A.
Pengertian Kematian
Kematian menurut pengertian secara umum adalah keluarnya
ruh dari jasad, sedangkan menurut ilmu kedokteran orang yang baru dikatakan
mati jika jantungnya sudah berhenti berdenyut. Kematian menurut Al-Qur’an adalah terpisahnya ruh dari
jasad. Karena hidup adalah bertemunya ruh dengan jasad. Kita mengalami saat
terpisahnya ruh dari jasad sebanyak dua kali dan mengalami pertemuan ruh dengan
jasad sebanyak dua kali pula[1].
Kematian
dalam pandangan Al-Qur’an tidak hanya terjadi sekali, tetapi dua kali. Dalam
surat Al-Mu’min ayat 11 mengabadikan sekaligus membenarkan ucapan orang-orang
kafir di hari kemudian[2]:
(#qä9$s% !$uZ/u $oYFtBr& Èû÷ütFt^øO$# $uZtG÷uômr&ur Èû÷ütFt^øO$# $oYøùutIôã$$sù $oYÎ/qçRäÎ/ ö@ygsù 4n<Î) 8lrãäz `ÏiB 9@Î6y ÇÊÊÈ
11. mereka
menjawab: "Ya Tuhan Kami Engkau telah mematikan Kami dua kali dan telah
menghidupkan Kami dua kali (pula), lalu Kami mengakui dosa-dosa kami. Maka Adakah sesuatu
jalan (bagi Kami) untuk keluar (dari neraka)?"
Kematian
itu sesuatu yang mesti terjadi pada seseorang, walaupun ia berusaha menghindari
kematian atau berusaha bersembunyi dan berlindung di tempat yang dikira aman.
Seseorang tidak dapat lari dan menjauhi kematian[3].
Hal ini secara tegas dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya surat An-Nisa
ayat 78:
$yJoY÷r& (#qçRqä3s? ãN3.Íôã ÝVöqyJø9$# öqs9ur ÷LäêZä. Îû 8lrãç/ ;oy§t±B 3 bÎ)ur öNßgö6ÅÁè? ×puZ|¡ym (#qä9qà)t ¾ÍnÉ»yd ô`ÏB ÏZÏã «!$# ( bÎ)ur öNßgö6ÅÁè? ×py¥Íhy (#qä9qà)t ¾ÍnÉ»yd ô`ÏB x8ÏZÏã 4 ö@è% @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã «!$# ( ÉA$yJsù ÏäIwàs¯»yd ÏQöqs)ø9$# w tbrß%s3t tbqßgs)øÿt $ZVÏtn ÇÐÑÈ
78. di mana
saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam
benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan[4],
mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka
ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu
(Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa
orang-orang itu (orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan[5]
sedikitpun?
Kematian
oleh Ulama didefinisikan sebagai “ketiadaan hidup” atau “antonim dari
hidup”. Kematian pertama dialami oleh manusia sebelum kelahirannya, atau
saat sebelum Allah menghembuskan ruh kehidupan kepadanya. Sedang kematian
kedua, saat ia meninggalkan dunia yang fana ini. Kehidupan pertama dialami oleh
manusia pada saat manusia menarik dan menghembuskan nafas di dunia, sedang
kehidupan kedua saat ia berada di alam barzakh atau kelak ketika ia hidup kekal
di hari akhirat[6].
Adapun
menurut pandangan agama, khususnya agama-agama samawi, mengajarkan bahwa ada
kehidupan sesudah kematian. Kematian adalah awal dari satu perjalanan panjang
dalam evolusi manusia, dimana selanjutnya ia akan memperoleh kehidupan dengan
segala macam kenikmatan atau berbagai ragam siksa dan kenistaan[7].
Ada beberapa
istilah yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjukkan kepada kematian, antara lain
al-wafat (wafat), imsak (menahan), maut (mati), ajal (waktu).
Sebagaimana diterangkan dalam surat Az-Zumar ayat 42:
ª!$# ®ûuqtGt }§àÿRF{$# tûüÏm $ygÏ?öqtB ÓÉL©9$#ur óOs9 ôMßJs? Îû $ygÏB$oYtB ( ÛÅ¡ôJçsù ÓÉL©9$# 4Ó|Ós% $pkön=tæ |NöqyJø9$# ã@Åöãur #t÷zW{$# #n<Î) 9@y_r& K|¡B 4 ¨bÎ) Îû Ï9ºs ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 crã©3xÿtGt ÇÍËÈ
42. Allah
memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum
mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan
kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan[8].
Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang
berfikir.
B.
Relasi Kematian dan Kehidupan
Kematian
bukanlah sebagai suatu momentum saat seorang manusia tidak lagi hidup, bukan
pula sebagai suatu monumen yang kadang kita sakralkan dengan mengenang berbagai
peninggalan dari mereka yang “menghilang”. Bahwa kematian adalah suatu hal yang
nisbi. Di saat kita bisa memastikan orang hidup dan arti kehidupannya, maka
kita malah sulit mendefinisikan apa itu kematian. Kematian menjadi definisi
yang sangat bergantung dengan apa yang bisa orang-orang yang masih hidup untuk
membuat seseorang tetap hidup[9].
Hubungan
relasi antara kematian dengan kehidupan sangatlah erat dan saling kerterkaitan.
Manusia dan makhluk hidup lain diciptakan Allah untuk hidup, tumbuh,
berkembang biak, dan yang paling terpenting adalah untuk beribadah tulus
kepada-Nya. Kita sebagai manusia merupakan makhluk hidup yang paling sempurna
karena diberikan akal dan perasaan, dapat berpikir bagaimana memanfaatkan hidup
yang begitu singkat, karena seperti yang kita tahu, pada akhirnya kita juga
akan kembali pada-Nya. Dan kehidupan manusia di alam dunia ini pasti akan
diakhiri dengan kematian, meski pada hakikatnya kematian ini tidaklah diartikan
sebagai akhir dari segalanya. Manusia masih harus melewati fase berikutnya,
yaitu fase kehidupan alam setelahnya, meliputi alam barzakh dan alam
akhirat[10].
Dalam kehidupan di alam dunia ini pun,
manusia tidak dihidupkan hanya untuk sekedar menghabiskan sisa umur yang
diberikan, lalu kemudian mati meninggalkan urusan dunia begitu saja. Karena setelah itu,
manusia akan melewati masa-masa menegangkan, yaitu masa pernyataan
pertanggungjawaban atas segala apa yang telah dikerjakan selama berada di dunia.
Allah telah memberitakan kepada umat manusia tentang arti kehidupan dan
tugas manusia di dunia. Bahwa tugas yang paling utama adalah beribadah, dan
tujuan utama diciptakannya manusia tidak lain hanya untuk menghambakan diri
pada Allah Sang Pencipta. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
56. dan aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
C.
Tujuan Kematian
Kehidupan di dunia tidak ada yang kekal. Setiap
makhluk hidup pada saatnya akan mati, termasuk manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan dan semua yang bernyawa. Tidak ada yang kekal selain Allah,
Sang Pencipta.
Kebanyakan dari kita merasa takut
membicarakan kematian, melupakan pembicaraan tentang itu bahkan kita tidak
berani membayangkannya. Hal itu karena kita tidak mempersiapkan untuk peristiwa
setelah kematian (akhirat). Padahal, baik kita mempersiapkannya ataupun tidak
pasti kita akan melalui kematian. Siap atau tidak siap, kematian dengan pasti
akan datang menyambut kita. Daripada selalu mengelak, alangkah lebih baik mulai
sekarang kita berusaha untuk mempersiapkannya diri-diri kita untuk menghadapi
kematian[11].
Dalam agama-agama samawi pun menjelaskan
bahwa kematian mempunyai peranan yang sangat besar dalam memantapkan akidah
serta menumbuh kembangkan semangat pengabdian. Tanpa kematian manusia tidak
akan berfikir tentang apa-apa sesudah mati, dan tidak akan mempersiapkan diri
menghadapinya. Karena itu, agama-agama menganjurkan manusia untuk berfikir
tentang kematian[12].
Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Perbanyaklah mengingat pemutus segala
kenikmatan duniawi (kematian)”.
D.
Hikmah Kematian
Arti
kematian mengandung makna bahwa hal tersebut akan memisahkan manusia terhadap
segala sesuatu yang dicintainya dalam kehidupan dunia ini. Berpisah dengan
segala yang dimiliki atau disenangi, yang disayangi atau dicintai. Berpisah
dengan anak, isteri, orang tua serta dengan harta dan pangkat. Dan pastinya berpisah
dengan dunia dan segala isinya. Kematian akan menjadi pemisah dari kesemuanya
itu[13].
Kematian
bisa dijadikan pembelajaran yang sangat berharga bagi yang masih hidup. Dan
salah satu dari pelajaran dari kematian ini adalah sebagai penasehat terbaik
untuk kita semuanya manusia. Penasihat untuk lebih sadar akan tiba giliran kita
yang pasti akan datang. Penasihat untuk setiap yang bernafas pasti akan
terhenti nafasnya itu nanti suatu hari. Juga penasihat untuk lebih tahu yang
berkuasa dan Maha Kuasa itu hanyalah Allah ta'ala. Karena hakikat kematian
adalah merupakan rahasia Allah Ta'ala. Dan kematian tidaklah memandang akan
usia. Karena banyak kematian yang tidak melewati fase tua[14].
Kematian adalah peringatan yang cukup baik. Saat kematian
adalah satu masa yang amat dirindui oleh orang-orang yang mencintai Tuhannnya.
Itulah jembatan pertemuan antara Khaliq dan hamba. Selepas kematian, setiap
manusia akan sendirian, tanpa ayah, ibu, suami atau isteri, keluarga, sanak
saudara atau sahabat dekat. Dia sendiri yang akan menanggung nasibnya sendiri[15].
[1] Fadh
Abdurrahman bin Sulaiman Al-Rumi, Konsep Kematian Menurut Al-Qur’an,CV.Firdaus: Jakarta,
1992, Cet II
[2] Dikutip dari keterangan : Abu Fidha Isma’il, Tafsir Ibnu Katsir, dalam Kumpulan Nasihat Kematian, (CV.Regina: Bogor
2008) cet I, hlm 23
[4]
Kemenangan dalam peperangan atau rezki.
[5] Pelajaran dan nasehat-nasehat yang diberikan.
[8] Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya
ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang
yang tidak mati hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali
kepadanya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar