Minggu, 09 November 2014

KEMATIAN




A.    Pengertian Kematian
Kematian menurut pengertian secara umum adalah keluarnya ruh dari jasad, sedangkan menurut ilmu kedokteran orang yang baru dikatakan mati jika jantungnya sudah berhenti berdenyut. Kematian menurut Al-Qur’an adalah terpisahnya ruh dari jasad. Karena hidup adalah bertemunya ruh dengan jasad. Kita mengalami saat terpisahnya ruh dari jasad sebanyak dua kali dan mengalami pertemuan ruh dengan jasad sebanyak dua kali pula[1].
Kematian dalam pandangan Al-Qur’an tidak hanya terjadi sekali, tetapi dua kali. Dalam surat Al-Mu’min ayat 11 mengabadikan sekaligus membenarkan ucapan orang-orang kafir di hari kemudian[2]:
(#qä9$s% !$uZ­/u $oY­FtBr& Èû÷ütFt^øO$# $uZtG÷uômr&ur Èû÷ütFt^øO$# $oYøùuŽtIôã$$sù $oYÎ/qçRäÎ/ ö@ygsù 4n<Î) 8lrãäz `ÏiB 9@ŠÎ6y ÇÊÊÈ  
11. mereka menjawab: "Ya Tuhan Kami Engkau telah mematikan Kami dua kali dan telah menghidupkan Kami dua kali (pula), lalu Kami mengakui dosa-dosa kami. Maka Adakah sesuatu jalan (bagi Kami) untuk keluar (dari neraka)?"
Kematian itu sesuatu yang mesti terjadi pada seseorang, walaupun ia berusaha menghindari kematian atau berusaha bersembunyi dan berlindung di tempat yang dikira aman. Seseorang tidak dapat lari dan menjauhi kematian[3]. Hal ini secara tegas dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya surat An-Nisa ayat 78:
$yJoY÷ƒr& (#qçRqä3s? ãNœ3.ÍôムÝVöqyJø9$# öqs9ur ÷LäêZä. Îû 8lrãç/ ;oy§t±B 3 bÎ)ur öNßgö6ÅÁè? ×puZ|¡ym (#qä9qà)tƒ ¾ÍnÉ»yd ô`ÏB ÏZÏã «!$# ( bÎ)ur öNßgö6ÅÁè? ×py¥ÍhŠy (#qä9qà)tƒ ¾ÍnÉ»yd ô`ÏB x8ÏZÏã 4 ö@è% @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã «!$# ( ÉA$yJsù ÏäIwàs¯»yd ÏQöqs)ø9$# Ÿw tbrߊ%s3tƒ tbqßgs)øÿtƒ $ZVƒÏtn ÇÐÑÈ  
78. di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan[4], mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan[5] sedikitpun?
Kematian oleh Ulama didefinisikan sebagai “ketiadaan hidup” atau “antonim dari hidup”. Kematian pertama dialami oleh manusia sebelum kelahirannya, atau saat sebelum Allah menghembuskan ruh kehidupan kepadanya. Sedang kematian kedua, saat ia meninggalkan dunia yang fana ini. Kehidupan pertama dialami oleh manusia pada saat manusia menarik dan menghembuskan nafas di dunia, sedang kehidupan kedua saat ia berada di alam barzakh atau kelak ketika ia hidup kekal di hari akhirat[6].
Adapun menurut pandangan agama, khususnya agama-agama samawi, mengajarkan bahwa ada kehidupan sesudah kematian. Kematian adalah awal dari satu perjalanan panjang dalam evolusi manusia, dimana selanjutnya ia akan memperoleh kehidupan dengan segala macam kenikmatan atau berbagai ragam siksa dan kenistaan[7].
Ada beberapa istilah yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjukkan kepada kematian, antara lain al-wafat (wafat), imsak (menahan), maut (mati), ajal (waktu). Sebagaimana diterangkan dalam surat Az-Zumar ayat 42:
ª!$# ®ûuqtGtƒ }§àÿRF{$# tûüÏm $ygÏ?öqtB ÓÉL©9$#ur óOs9 ôMßJs? Îû $ygÏB$oYtB ( ہšôJçŠsù ÓÉL©9$# 4Ó|Ós% $pköŽn=tæ |NöqyJø9$# ã@Åöãƒur #t÷zW{$# #n<Î) 9@y_r& K|¡B 4 ¨bÎ) Îû šÏ9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍËÈ  
42. Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan[8]. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.

B.     Relasi Kematian dan Kehidupan
Kematian bukanlah sebagai suatu momentum saat seorang manusia tidak lagi hidup, bukan pula sebagai suatu monumen yang kadang kita sakralkan dengan mengenang berbagai peninggalan dari mereka yang “menghilang”. Bahwa kematian adalah suatu hal yang nisbi. Di saat kita bisa memastikan orang hidup dan arti kehidupannya, maka kita malah sulit mendefinisikan apa itu kematian. Kematian menjadi definisi yang sangat bergantung dengan apa yang bisa orang-orang yang masih hidup untuk membuat seseorang tetap hidup[9].
Hubungan relasi antara kematian dengan kehidupan sangatlah erat dan saling kerterkaitan. Manusia dan makhluk hidup lain diciptakan Allah  untuk hidup, tumbuh, berkembang biak, dan yang paling terpenting adalah untuk beribadah tulus kepada-Nya. Kita sebagai manusia merupakan makhluk hidup yang paling sempurna karena diberikan akal dan perasaan, dapat berpikir bagaimana memanfaatkan hidup yang begitu singkat, karena seperti yang kita tahu, pada akhirnya kita juga akan kembali pada-Nya. Dan kehidupan manusia di alam dunia ini pasti akan diakhiri dengan kematian, meski pada hakikatnya kematian ini tidaklah diartikan sebagai akhir dari segalanya. Manusia masih harus melewati fase berikutnya, yaitu fase kehidupan alam setelahnya, meliputi alam barzakh dan alam akhirat[10].
Dalam kehidupan di alam dunia ini pun, manusia tidak dihidupkan hanya untuk sekedar menghabiskan sisa umur yang diberikan, lalu kemudian mati meninggalkan urusan dunia begitu saja. Karena setelah itu, manusia akan melewati masa-masa menegangkan, yaitu masa pernyataan pertanggungjawaban atas segala apa yang telah dikerjakan selama berada di dunia. Allah  telah memberitakan kepada umat manusia tentang arti kehidupan dan tugas manusia di dunia. Bahwa tugas yang paling utama adalah beribadah, dan tujuan utama diciptakannya manusia tidak lain hanya untuk menghambakan diri pada Allah Sang Pencipta. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
56. dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

C.    Tujuan Kematian
Kehidupan di dunia tidak ada yang kekal. Setiap makhluk hidup pada saatnya akan mati, termasuk manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan semua yang bernyawa. Tidak ada yang kekal selain Allah, Sang Pencipta.
Kebanyakan dari kita merasa takut membicarakan kematian, melupakan pembicaraan tentang itu bahkan kita tidak berani membayangkannya. Hal itu karena kita tidak mempersiapkan untuk peristiwa setelah kematian (akhirat). Padahal, baik kita mempersiapkannya ataupun tidak pasti kita akan melalui kematian. Siap atau tidak siap, kematian dengan pasti akan datang menyambut kita. Daripada selalu mengelak, alangkah lebih baik mulai sekarang kita berusaha untuk mempersiapkannya diri-diri kita untuk menghadapi kematian[11].
Dalam agama-agama samawi pun menjelaskan bahwa kematian mempunyai peranan yang sangat besar dalam memantapkan akidah serta menumbuh kembangkan semangat pengabdian. Tanpa kematian manusia tidak akan berfikir tentang apa-apa sesudah mati, dan tidak akan mempersiapkan diri menghadapinya. Karena itu, agama-agama menganjurkan manusia untuk berfikir tentang kematian[12]. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan duniawi (kematian)”.

D.    Hikmah Kematian
Arti kematian mengandung makna bahwa hal tersebut akan memisahkan manusia terhadap segala sesuatu yang dicintainya dalam kehidupan dunia ini. Berpisah dengan segala yang dimiliki atau disenangi, yang disayangi atau dicintai. Berpisah dengan anak, isteri, orang tua serta dengan harta dan pangkat. Dan pastinya berpisah dengan dunia dan segala isinya. Kematian akan menjadi pemisah dari kesemuanya itu[13].
Kematian bisa dijadikan pembelajaran yang sangat berharga bagi yang masih hidup. Dan salah satu dari pelajaran dari kematian ini adalah sebagai penasehat terbaik untuk kita semuanya manusia. Penasihat untuk lebih sadar akan tiba giliran kita yang pasti akan datang. Penasihat untuk setiap yang bernafas pasti akan terhenti nafasnya itu nanti suatu hari. Juga penasihat untuk lebih tahu yang berkuasa dan Maha Kuasa itu hanyalah Allah ta'ala. Karena hakikat kematian adalah merupakan rahasia Allah Ta'ala. Dan kematian tidaklah memandang akan usia. Karena banyak kematian yang tidak melewati fase tua[14].
Kematian adalah peringatan yang cukup baik. Saat kematian adalah satu masa yang amat dirindui oleh orang-orang yang mencintai Tuhannnya. Itulah jembatan pertemuan antara Khaliq dan hamba. Selepas kematian, setiap manusia akan sendirian, tanpa ayah, ibu, suami atau isteri, keluarga, sanak saudara atau sahabat dekat. Dia sendiri yang akan menanggung nasibnya sendiri[15].


[1] Fadh Abdurrahman bin Sulaiman Al-Rumi, Konsep Kematian Menurut Al-Qur’an,CV.Firdaus: Jakarta, 1992, Cet II
[2] Dikutip dari keterangan : Abu Fidha Isma’il, Tafsir Ibnu Katsir, dalam Kumpulan Nasihat Kematian, (CV.Regina: Bogor 2008) cet I, hlm 23
[3] Ibid, Fadh Abdurrahman bin Sulaiman Al-Rumi... hlm 12
[4] Kemenangan dalam peperangan atau rezki.
[5] Pelajaran dan nasehat-nasehat yang diberikan.
[6] Ibnu Husain, Kematian,(Toha Putra: Semarang 2007) cet I
[7] Sayyed Hawwas Wahhab, Kala Kematian Datang, : Amzah: Jakarta, 2010, Cet II.
[8] Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi.
[9]  Ibid, Sayyed Hawwas Wahhab, Kala Kematian Datang,.. hlm 30
[10] Op, Cit : hlm 23
[11] Loc, cit, hlm 56
[12] Ibid, Fadh Abdurrahman bin Sulaiman Al-Rumi... hlm 10
[13] Ibid, Fadh Abdurrahman bin Sulaiman Al-Rumi... hlm 12
[14] Ibid, Ibnu Husain, Kematian,(Toha Putra: Semarang 2007) cet I, hlm 71
[15] Ibid, Sayyed Hawwas Wahhab, Kala Kematian Datang, (Amzah: Jakarta, 2010), Cet II, hlm 66

Tidak ada komentar:

Posting Komentar